Home / Bandar Lampung / Pemkab dan DPRD Tulang Bawang Dinilai Slow Respon, Gindha Ansori Surati Kapolres Tuba Terkait Persoalan Tanah 10 Hektare

Pemkab dan DPRD Tulang Bawang Dinilai Slow Respon, Gindha Ansori Surati Kapolres Tuba Terkait Persoalan Tanah 10 Hektare

Bandar Lampung, manakala news. Com— Persoalan tanah seluas 10 hektare yang sejak tahun 1981 dikuasai dan digunakan Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang kembali menguat setelah Kantor Hukum Gindha Ansori Wayka & Rekan (GAW) resmi melayangkan surat permohonan fasilitasi penyelesaian sengketa kepada Kapolres Tulang Bawang. Langkah ini diambil menyusul dinilai “slow respon”-nya Pemkab maupun DPRD Tulang Bawang dalam menyelesaikan kewajiban ganti rugi yang telah inkracht selama puluhan tahun.

Surat bernomor 02090/B/GAW-Law Office/XII/2025 tersebut ditandatangani oleh tim advokat GAW yang dikomandoi Ansori, SH., MH., mewakili klien mereka Nasobri, S.Ag, ahli waris pemilik sah tanah berdasarkan serangkaian putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

44 Tahun Tak Diganti Rugi Meski Putusan Inkracht

Tanah seluas 10 hektare yang berada dalam areal 50,375 hektare tersebut sejak 1981 digunakan pemerintah untuk pembangunan sejumlah fasilitas strategis, antara lain:
Rumah Dinas Bupati Tulang Bawang, Rumah Dinas Wakil Bupati, Rumah Dinas Sekretaris Kabupaten, Rumah Dinas Ketua DPRD, SMA Negeri 1 Menggala, Sejumlah bangunan kantor lainnya.

Namun hingga 2025, tanah tersebut belum pernah mendapatkan ganti rugi kepada ahli waris pemilik tanah, meski perkara ini telah dimenangkan oleh keluarga Nasobri melalui putusan pengadilan di empat tingkat:
PN Kotabumi (1989), PT Lampung (1991), Kasasi MA RI (1994), Peninjauan Kembali (2002).
Seluruh putusan tersebut menegaskan bahwa tanah yang kini di atasnya berdiri bangunan pemerintahan merupakan tanah peninggalan almarhum Hanafi Gelar St. Nimbang Alam.

Janji Pemerintah 1997 Tak Pernah Terealisasi

Menariknya, pada 17 Juni 1997, Bupati Tulang Bawang saat itu Hi. Santori Hasan pernah mengeluarkan surat resmi dengan nomor 593/258/02/97 yang pada intinya menyatakan:
Pemerintah akan melaksanakan putusan Mahkamah Agung, Pembentukan tim penelitian tanah dan bangunan, Penganggaran ganti rugi pada APBD Tahun 1998/1999, Namun rencana tersebut tidak pernah terealisasi tanpa penjelasan yang jelas dari pemerintah.

“Fakta bahwa selama 44 tahun hak masyarakat tidak dipenuhi, meskipun putusan telah inkracht, merupakan bentuk pengabaian serius terhadap hak asasi dan kepastian hukum,” tegas tim kuasa hukum dalam surat tersebut.

Pemkab & DPRD Dinilai Lamban, Kapolres Diminta Fasilitasi

Karena sikap pemerintah daerah dan DPRD yang dinilai lamban dalam menyikapi penyelesaian, GAW kini meminta Kapolres Tulang Bawang untuk memfasilitasi penyelesaian konflik tanah yang sudah berlangsung hampir setengah abad ini.
Permohonan tersebut diajukan agar proses dialog, klarifikasi, maupun langkah-langkah hukum yang diperlukan dapat berjalan dengan transparan dan terkoordinasi.

GAW: “Kami Hanya Menuntut Keadilan yang Sudah Diputuskan Negara”

Gindha Ansori, SH., MH., menegaskan bahwa permohonan ini bukan bentuk tekanan, melainkan upaya mencari jalan keluar atas mandeknya pelaksanaan putusan hukum.
“Klien kami hanya ingin haknya dipenuhi. Negara sudah memutuskan melalui empat tingkat peradilan, tetapi pemerintah daerah tidak menjalankan kewajiban. Ini bukan persoalan politik, tetapi persoalan keadilan dan kepastian hukum,” ujarnya.

Publik Menanti Sikap Tegas Aparat dan Pemerintah Daerah

Kasus ini bukan sekadar sengketa tanah, tetapi juga indikator bagaimana pemerintah daerah menjalankan amanat hukum. Setelah puluhan tahun keputusan pengadilan terabaikan, publik kini menunggu:
Respons cepat Bupati Tulang Bawang, Langkah DPRD dalam fungsi pengawasan, Fasilitasi dari Polres Tulang Bawang untuk mencari penyelesaian yang adil.

Jika dibiarkan, persoalan ini berpotensi menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan dan penghormatan terhadap putusan peradilan.(red)

Tinggalkan Balasan